MINSEL, TelusurNews,- Hukum Tua (Kumtua) Suluun Dua, Kecamatan Suluun Tareran, Minahasa Selatan diduga alergi wartawan. Hal tersebut menjadi suatu keprihatinan di dalam suatu pemerintahan di desa, dimana seorang kepala desa sebagai ‘public figure’ di tengah masyarakat, yang seharusnya berlaku santun terhadap para ‘pencari berita’, yang adalah ‘Pilar Keempat’ Demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia, justru berlaku tidak beretika terhadap awak ‘kuli tinta’.
Hal tersebut diduga dilakukan Kumtua Sermy Regar terhadap beberapa wartawan Biro Minahasa Selatan (Minsel) saat hendak melakukan peliputan tentang pelaksanaan Anggaran Dana Desa di desa yang dipimpinnya, Rabu (15/06/2022).
Ketika para Journalist (pewarta) tersebut menghubungi Kumtua lewat sambungan telepon WhatsApp pribadinya, dengan nada kurang bersahabat, oknum Kumtua tersebut melontarkan kalimat-kalimat yang diduga mengandung unsur pelecehan terhadap tugas wartawan.
Ketika salah satu wartawan menelpon dan menyampaikan bahwa mereka sedang berada di Balai Desa setempat, dimana kumtua pada saat itu tidak berada ditempat, dan ingin bertemu dengan kumtua Sermy Regar untuk melakukan tugas peliputan.
“Halo bu kumtua, kami sedang berada di Balai Desa, hendak bertemu bu kumtua, tapi bu kumtua tidak di tempat,” kata salah satu diantara wartawan Biro Minsel tersebut, dengan santun, lewat sambungan telepon WhatsApp.
“Oh kenapa, kita ada pake doi dang? (emangnya saya ada pakai uang),” jawab oknum kuntua Suluun Dua, dengan nada tidak bersahabat kepada wartawan.
“Oh bukan bu, kami hanya ingin konfirmasi sesuatu, sedang menjalankan tugas rutin (peliputan), ibu ada waktu?” tanya wartawan.
“Oh maaf, saya sibuk,” kembali jawab kumtua Sermy Regar ketus, dengan nada yang kurang bersahabat.
Para wartawan Biro Minsel tersebut kemudian tidak memaksa kumtua Suluun Dua Sermy Regar untuk bertemu mereka, dan kemudian melanjutkan perjalanan peliputan.
Namun, dengan perlakuan oknum kumtua Suluun Dua Sermy Regar terhadap mereka yang diduga kurang santun dan dianggap kurang menghargai tugas ‘pencari berita’, mereka kemudian mengungkapkan rasa prihatin atas sikap seorang Hukum Tua terhadap ‘Pilar Keempat’ NKRI, yang dengan jelas dipayungi hukum peliputan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Mereka kemudian mulai pertanyakan bahasa yang disampaikan kumtua Sermy Regar kepada mereka secara ketus, tentang penggunan anggaran. Mereka kemudian pertanyakan apakah ada masalah penggunaan anggaran yang terjadi sehingga bisa melontarkan bahasa seperti itu.
“Kalau dia (kumtua) tanya begitu, ada apa? jangan-jangan ada sesuatu tentang anggaran di desa itu,” ungkap Jacky, salah satu wartawan Biro Minsel.
“Seharusnya coba tanya balik (ke kumtua), emangnya kumtua ada pakai duit?” ujar DT, salah satu wartawan yang berkunjung pada saat itu.
Sebagian wartawan Biro Minsel kemudian meminta pihak terkait, dalam hal ini Pemkab Minsel lewat Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), untuk lebih lagi memberikan bimbingan teknis terhadap Hukum Tua, bukan hanya tentang bagaimana mengelola Anggaran Dana Desa, yang notabene sering disalahgunakan oleh Kepala Desa, namun supaya dapat memberikan bimbingan moral dan etika terhadap seorang kepala di desa. (tim)