MINSEL, TelusurNews,- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Minahasa Selatan diduga mengoleksi beberapa oknum Pejabat Hukum Tua yang terindikasi melakukan dugaan penyalahgunaan wewenang dan penyalahgunaan Dana Desa.
Para Pejabat (Pj) Hukum Tua (kumtua) yang nota bene sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditugaskan untuk mengelola anggaran di desa, justru banyak kecenderungan melakukan penyalahgunaan wewenang untuk ‘menghisap’ anggaran Dana Desa.
Dana Desa yang begitu besar, yakni berkisar hampir 1 miliar tersebut yang kemudian membuat para oknum-oknum ASN Pejabat Kumtua yang tingkat Sumber Daya Manusia (SDM) nya rendah, kemudian tergiur untuk memanfaatkan kesempatan yang dipercayakan oleh Pimpinan mereka, dalam hal ini adalah Bupati.
Bermodalkan secarik Surat Keputusan (SK), para oknum ASN Pelaksana Tugas (Plt) Kumtua nakal bertingkah layaknya Kumtua Definitif kemudian mulai mempreteli satu per satu pos-pos anggaran di desa, dugaannya mulai dari anggaran Ketahanan Pangan, biaya Hari Orang Kerja (HOK) fiktif, anggaran pemberdayaan perangkat, anggaran Bantuan Langsung Tunai (BLT), hingga anggaran Posyandu dan BumDes, mulai dimainkan oleh para oknum Pj Kumtua nakal, dugaannya yaitu untuk memperkaya diri.
Maka tidak heran, para oknum tersebut baik oknum Pj Kumtua, Sekretaris Desa dan Bendahara Desa setelah menjabat kemudian terpantau sudah mulai membeli kendaraan baru, membeli rumah baru, dan renovasi rumah, serta lain sebagainya.
Hal tersebut bukan hanya isapan jempol belaka, khusus di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) sendiri, sudah ada banyak aduan/laporan masyarakat, baik dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD), hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Ormas sudah banyak mengadukan dugaan penyalahgunaan anggaran Dana Desa ke Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) maupun Aparat Penegak Hukum (APH).
Dari sekian banyak aduan yang terpantau, hanya sedikit yang berlanjut ke APH, dan yang banyak sisanya hanya mandek di APIP, dan hingga saat ini tidak ada kejelasan terkait tindak-lanjutnya.
Padahal, dari sekian banyak aduan, ada yang mencapai hingga ratusan juta anggaran negara yang terindikasi disalahgunakan oleh oknum-oknum ASN Pejabat Hukum Tua tersebut. Namun entah hanya bermuara kemana anggaran-anggaran tersebut yang ‘katanya’ telah di-TGR kan (red- Tuntutan Ganti Rugi) oleh Pemkab Minsel, namun tidak pernah jelas terang benderang penyelesaian TGR nya, sebab pada kenyataannya warga masyarakat umum tidak pernah melihat bukti-bukti penyelesaian TGR yang telah tuntas dipublikasikan lewat media pemberitaan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Seperti contoh kasus yang telah dipublikasikan lewat pemberitaan di media ini, diantaranya adalah dugaan penyalahgunaan anggaran Dana Desa di Desa Pnapalangkow, dugaan penyalahgunaan Dana Desa di Desa Tumpaan Baru, dan yang terbaru yaitu dugaan penyalahgunaan anggaran Dana Desa di Desa Sapa Barat Kecamatan Tenga.
Dimana anggaran Ketahanan Pangan informasi dari masyarakat diduga telah disalahgunakan oleh oknum Pejabat Hukum Tua, Sekretaris Desa dan Bendahara Desa Sapa Barat.
Indikasinya adalah, tidak ada keterbukaan informasi yang jelas ke masyarakat. Pada umumnya papan informasi anggaran ada, tapi pelaksanaan kegiatan anggaran Dana Desa diduga dilakukan sembunyi-sembunyi.
Masyarakat Desa Sapa Barat kemudian mempertanyakan penggunaan anggaran Dana Desa 2023 yang diketahui sempat adanya peralihan pemerintahan dari Pejabat Billy Pijoh ke ASN Pejabat Dani Mamangkey, yang sisa anggaran Ketahanan Pangan nya berkisar 30an juta rupiah, ditambah dengan hasil penjualan Ketahanan Pangan Hewani babi berkisar 100 juta rupiah, yang tidak jelas penggunaannya.
“Kalau panen (Ketahanan Pangan) palingan ada sekitar 100 juta lebih itu, terus tambah yang 36 juta,” ungkap mantan Kumtua Billy Pijoh, Sabtu (15/06/2024).
Indikasi tersebut terungkap setelah Wartawan mewawancarai baik Bendahara Desa maupun Sekretaris Desa Sapa Barat yang terkesan berbelit-belit dan penuh kebohongan.
Kepada Wartawan Bendahara Desa Sapa Barat Sofianty Monigir mengatakan bahwa Ketahanan Pangan Hewani babi dibeli 30 ekor dan telah dijual di tahun anggaran 2024.
“Waktu belum ada (Dana Desa) ada pake-pake dulu (dana Ketahanan Pangan 36 juta), masih ada,”
“Ketahanan Pangan milu (jagung) dengan babi, sudah dijual untuk pakai di fisik,” ujar Monigir.
Namun berbeda dengan pengakuan Sekretaris Desa (sekdes) Reiner Wilar yang berbelit-belit mengatakan bahwa dia tidak mengetahui mengenai anggaran Ketahanan Pangan Hewani babi tersebut, padahal sebelumnya dia menjabat sebagai Bendahara Desa. Namun tanpa disadari Sekdes Wilar kemudian keceplosan mengatakan bahwa anggaran Ketahanan Pangan sisa penggunaan dari Billy Pijoh ada pada Bendahara.
“Setahu saya antara Billy Pijoh dan Dani Mamangkey belum ada penyerahan,” ujar Wilar dengan nada berbohong.
Namun dengan hitungan menit pernyataan Sekdes Sapa Barat Reiner Wilar berubah.
“Iya, tersimpan, di Bendahara (yang 36 juta),” ujarnya saat selip lidah.
Lebih parahnya lagi, oknum Kumtua Dani Mamangkey saat ingin dikonfirmasi oleh Wartawan pada beberapa waktu lalu justru lari menghindar meninggalkan Wartawan saat dikunjungi di Kantor Desa.
Saat dihubungi lewat nomor telepon pribadi oknum ASN Pejabat Kumtua Dani Mamangkey justru malah memblokir nomor Wartawan.
Dengan jawaban dan pernyataan yang berbelit-belit tersebut, dan dengan indikasi kebohongan, menunjukkan bahwa ada indikasi atau niatan untuk penyalahgunaan anggaran Dana Desa khususnya anggaran Ketahanan Pangan yang perlu ditindaklanjuti oleh aparat terkait.
Untuk diketahui, Wartawan saat menjalankan tugas dinaungi oleh Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, pada Pasal 4 menyebutkan:
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Kemudian pada Pasal 18 tentang Ketentuan Pidana:
1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
Dengan demikian, baik Pejabat Hukum Tua, maupun Sekretaris Desa dan Bendahara Desa Sapa Barat perlu diperiksa oleh APIP dan APH. Tidak hanya itu, LSM Lembaga Investasi – Tindak Pidana Korupsi (LI – TIPIKOR) Sulawesi Utara meminta Pemkab Minsel untuk mencopot jabatan oknum-oknum tersebut.
“Oknum-oknum tersebut tidak layak untuk dipakai dalam pemerintahan khususnya di desa, hanya akan memanfaatkan untuk kepentingan pribadi mereka dan akan merugikan masyarakat, untuk itu sudah seharusnya Pemerintah Kabupaten untuk mengganti mereka-mereka itu,” tegas Ketua LI-TIPIKOR Sulut Yosep L. (toar)
Penulis : Toar Lengkong
Editor : Toar Lengkong