MINSEL, Telusur News,- Masyarakat Desa Malenos Baru Kecamatan Amurang Timur, Minahasa Selatan (Minsel) melakukan protes (demo) terhadap Pejabat (pj) Hukum Tua (kumtua) desa setempat karena tidak puas atas kepemimpinannya dan dianggap tidak memihak warga setempat.
Hal itu dilakukan beramai-ramai oleh warga pada Kamis (27/02/2025), pemicunya adalah terkait masalah tanah. Pasalnya warga yang mengklaim tanah milik mereka yang sudah ditempati bertahun-tahun kemudian digugat seseorang yang mengaku pemilik atas tanah tersebut, namun belum bisa menunjukkan bukti yang autentik.
Kepada wartawan Kumtua Desa Malenos Baru Simon Repi mengklarifikasi atas viral nya dirinya di media sosial (medsos) akibat didemo warga desa.
Menurutnya, dirinya tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan tanah tersebut, hanya saja masalah tersebut menjadi panjang saat dirinya menandatangani surat kuasa hak waris. Namun Repi menjelaskan bahwa hal itu dilakukannya berdasarkan dari beberapa faktor, diantaranya kurang kooperatif nya warga saat mediasi, dan juga hal itu sudah merupakan keputusan dari kecamatan.
“Sebelumnya itu ada mediasi empat kali, itu dari kecamatan bukan dari kami,” ungkap Repi, saat ditemui wartawan di rumahnya, pada sore nya.
Ia menjelaskan, mediasi dilakukan 2 kali di kantor kecamatan dan 2 kali di kantor desa.
“Dua kali mediasi di kecamatan hanya 2-3 orang yang hadir, akhirnya bikin di desa dua kali pinjam gedung di kantor desa supaya mereka dekat, karena alasan mereka jauh ke kantor camat, tapi sudah sampe malam waktu itu mati lampu pake lilin tidak datang, yang datang hanya 2 atau 3 orang,” lanjutnya, menjelaskan.
Karena sudah 4 kali dilakukan upaya mediasi namun kurang direspon oleh para warga yang terlibat sengketa tanah tersebut, maka Pemerintah Kecamatan mengambil keputusan untuk melakukan pengukuran kembali lahan.
“Nah, di pertemuan keempat karena tidak datang maka keputusannya mau diukur, yang akhirnya dicegat warga, pada hari ini” jelas Simon Repi.
Yang menjadi salah satu persoalan juga yaitu mengenai batas wilayah kepolisian. Tanah tersebut pun belum jelas masuk wilayah kepolisian desa mana.
“Belum ada kejelasan batas wilayah,” katanya.
Kemudian dijelaskanya, sebelum melakukan gugatan, si penggugat yang mengaku ahli waris tanah tersebut diketahui pada beberapa tahun sebelumnya sudah sempat mengajukan pengurusan di desa, namun selalu ditolak oleh pihak desa. Tapi penggugat tetap merasa bahwa dirinya yang berhak atas tanah tersebut.
“Kedua orang tuanya sudah meninggal, adik kakaknya juga sudah meninggal, jadi otomatis dia punya, tidak mungkin kasi orang lain,” jelas Repi, yang sebelumnya merupakan pegawai kecamatan.
Namun 13 warga yang menduduki lahan tersebut mengklaim bahwa lahan tersebut milik mereka dengan bukti kepemilikan berupa sertifikat tanah.
“Keterangan mereka sama semua, itu diberikan oleh pemerintah pusat melalui propinsi dan kabupaten,” ujar Repi, mengulang apa yang dikatakan warga.
Ia kemudian meminta keseluruhan warga yang terdampak persoalan tanah tersebut agar bersabar dan menunggu penyelesaian dari pengadilan nanti. Dan tidak perlu khawatir karena tidak ada yang bisa menggusur mereka dari lahan tersebut selain dari putusan pengadilan.
Mengenai tanda tangan dari kumtua yang menjadi awal permasalahan, dijelaskan Kumtua, itu tidak perlu dipermasalahkan karena tidak berlaku lagi.
“Jadi surat mengetahui kumtua yang saya tanda tangan itu sudah tidak berlaku lagi. Itu nantinya sudah ranah pengadilan,” tutup Repi.
Penulis : Toar Lengkong
Editor : Toar Lengkong