JAKARTA, Telusur News – Dampak pandemi Covid-19 dinilai telah mendistorsi seluruh aspek kehidupan masyarakat baik ekonomi, sosial dan politik.
Pengamat Kebijakan Transportasi Publik Bambang Istianto, mengatakan sektor transportasi mengalami distorsi yang paling parah, yaitu mencapai 80 persen bahkan banyak operator otto bus yang gulung tikar.
“Sementara itu, operasional kereta api dan pesawat juga ikut terdampak signifikan. Padahal transportasi publik merupakan pemicu pertumbuhan kegiatan ekonomi masyarakat,” tegasnya, Minggu (17/10/2021).
Kondisi tersebut kata Bambang, diperparah dengan adanya kebijakan penerapan potokol kesehatan yang ketat di sarana transportasi publik. Seperti dengan adanya sweb dan antigen sebagai upaya pemerintah dalam menekan penularan Covid-19.
Namun sayangnya biaya sweb dan antigen itu dibebankan kepada masyarakat pengguna transportasi publik tersebut. Sehingga banyak masyarakat yang mengeluhkan dengan adanya biaya tambahan.
“Seharusnya pemerintah dapat menyediakan sweb dan antigen secara gratis kepada masyarakat. Sebab, dengan biaya yang tinggi yang dibebankan pada masyarakat itu kian menghambat rutinitas mayarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi jadi melamban,” tandas Bambang yang juga direktur eskekutif center for public policy studies (CPPS) ini.
Kendati demikan Bambang juga mengapresiasi program vaksinasi sebagai upaya pemerintah dalam rangka terwujudnya Herd immunity (kekebalan kelompok).
Menurut Bambang, meski pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dalam mengatur transportasi publik dengan berbagai model, namun hasilnya dinilai belum optimal.
Sebab, pilihan transportasi publik yang terintegrasi menjadi prioritas, yang terus dikembangkan menjadi model dalam pelayanan publik sehingga dapat memuaskan masyarakat.
Selama ini transportasi publik seringkali belum sesuai dengan demand masyarakat karena sesuai kultur masyarakat Indonesia lebih suka layanan door to door services.
Sedangkan sistem angkutan umum yang selama ini beroperasi dinilai belum sesuai tuntutan publik. Salah satu kelemahan sistem angkutan umum tersebut diisi oleh ojol yang fenomenal tersebut.
Bambang juga mengungkapkan, perilaku masyarakat yang lebih suka menggunakan kendaraan pribadi, saat ini kepemilikan kendaraan roda dua di Indonesia telah menembus angka 133 juta unit. Padahal sepeda motor rentan dengan kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan catatan kepolisian, dalam kurun waktu tahun 2018 dari data 198.457 kejadian laka lalin 73.499 persen diakibatkan dari sepeda motor.
Fenomena booming sepeda motor di Indonesia yang membanjiri jalan raya disamping polusi udara meningkat juga menimbulkan kemacetan lalu lintas dihampir pelosok tanah air.
“Bahkan terjadi anomali sepeda motor oleh masyarakat difungsikan untuk mengakut baik orang maupun barang yang disebut ojek online atau ojol yang dibantu alat digital,” terangnya.
Meski faktanya melanggar aturan hukum, tapi beroperasinya sulit dihentikan, sehingga kecenderungannya merusak sistem angkutan publik.
Oleh karenanya pemerintah perlu membuat regulasi yang mampu melindungi keselamatan warganya yang menggunakan layanan ojol tersebut.
“Transportasi publik adalah barang publik yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, oleh karena itu penyediaannya dengan fasilitas yang aman dan nyaman menjadi tanggung jawab pemerintah,” kata Bambang. *** (AJ)